Halaman

02 September 2008

Sepucuk Surat Untuk Anakku

Nak, tak terasa waktu terus bergulir. Dirimu yang dahulu masih berada dalam gendongan Ibu, kini sudah tumbuh menjadi seorang pemuda. Dirimu yang dahulu sering ibu ajak pergi, kini lebih sering punya acara sendiri. Dirimu dulu yang pernah bercita-cita untuk sekolah hingga kuliah, kini sudah menjadi seorang sarjana.

Nak, Ibu masih ingat, ketika engkau lulus kuliah dan menjadi sarjana, engkau tidak berminat mengikuti wisuda. Kau berpikir bahwa biaya untuk acara tersebut mahal, dan memilih menggunakan uang tersebut untuk menyembelih kambing sebagai hewan kurban. Itu lebih baik ketimbang ikut acara wisuda, begitu jawabmu. Padahal ibu ingin sekali melihat fotomu sedang berdiri memakai pakaian wisuda terpampang di dinding ruang tamu. Lagi-lagi dirimu menolak keinginan ibu, karena khawatir perbuatan itu akan memunculkan rasa riya di dalam hati.


Nak, kau pernah mengungkapkan keinginanmu itu kepada ibu bahwa dirimu ingin menikah. Berjilbab, adalah salah satu kriteria calon yang engkau inginkan dari gadis yang akan menjadi pendamping hidupmu. Selain itu juga engkau berpendapat bahwa gadis yang mengenakan rok akan terlihat lebih anggun ketimbang mereka yang mengenakan celana panjang.

Di kesempatan pertama, kau memberikan masa beberapa bulan kepada ibu untuk mencarikan calon untuk dirimu. Bila setelah masa yang ditentukan itu ibu tidak mendapatkan calon yang cocok untukmu, kau akan mencari sendiri.

Terbayang dalam ingatan Ibu, ketika dirimu menolak calon yang ibu tawarkan kepadamu. Padahal dari kabar yang ibu dapat, gadis itu berjilbab. Penolakanmu itu engkau utarakan setelah engkau memenuhi keinginan ibu untuk berkunjung ke rumahnya. Dia memang berjilbab, tapi pakaiannya masih memperlihatkan lekuk tubuh, begitu alasan penolakanmu.

Dan akhirnya, setelah beberapa waktu, engkau menemukan gadis pilihan yang akan kau jadikan sebagai teman hidupmu. ketika engkau menyebutkan nama seorang gadis yang kau harapkan menjadi pendamping hidupmu, ibu ingin sekali bertemu dengannya. Tapi tak mungkin Ibu memintamu untuk membawanya ke rumah, karena sudah pasti kau tak kan bersedia. Ibu tahu bahwa dirimu tidak akan membawa anak gadis ketika belum dihalalkan.

Ibu hanya bisa mengira-ngira bahwa penampilan gadis pilihanmu itu seperti Sarah, putri semata wayang dari Haji Romli, yang sering ibu lihat di layar kaca, dalam sinetron 'Kiamat Sudah Dekat'. Tapi rasanya penampilan gadis pilihanmu itu tentu lebih baik daripada si Sarah. Karena ibu tahu, dirimu menginginkan gadis yang berjilbab dan berkerudung, rapat dan tidak ketat.

Nak, ibu ingin sekali mengadakan pesta pernikahanmu di rumah, bukan di gedung. Walaupun rumah kita tidak besar, insya Allah bisa digunakan. Ibu melihat, orang-orang yang memiliki rumah lebih kecil dari kita, tetap bisa melakukan pesta pernikahan secara sederhana. Kalaupun pada akhirnya, rumah kita tidak mencukupi, mudah-mudahan pada waktunya, Ibu bisa mencari jalan keluar yang terbaik untuk acara tersebut.

Ibu berpikir, karena engkau adalah anak lelaki pertama, ibu akan melakukan yang terbaik untukmu. Yang demikian itu semoga bisa menjadi patokan di waktu yang akan datang ketika tiba giliran adik-adikmu. Bila ibu bisa mengurusmu dengan baik, insya Allah adik-adikmu kelak akan terurus dengan baik pula.

Nak, jika kelak kau telah menikah, Ibu berharap engkau akan membawa istrimu tinggal di rumah untuk beberapa lama. Ibu ingin sekali mengenalnya lebih dalam, karena selama proses yang kau jalani, ibu hanya mendengar namanya saja. Lagipula, bukan ibu saja yang ingin mengenal istrimu, adik-adikmu, juga sanak-saudara pastilah ingin juga mengenalnya. Bukankah nantinya ia akan menjadi anak ibu juga?

Ibu berharap bahwa calonmu kelak akan menjadi istri sholehah, yang patuh dan taat kepada suami, selama bukan dalam hal berma'siat kepada Allah. Ibu juga berharap bahwa ia akan mencintaimu setulus hati, mencintai keluargamu, dan semuanya itu dia lakukan semata-mata berharap cinta Allah semata.

Ibu berharap, jika kelak engkau telah berumah tangga, jangan kau hilangkan apa yang telah kau lakukan selama ini. Tetaplah kau mengajarkan baca al-quran kepada ibu dan saudara-saudara yang lain yang memang belum bisa dan masih bersemangat untuk belajar. Ajak pula istrimu, mungkin dia juga bisa berbagi ilmu. Bukankah kau pernah mempunyai keinginan untuk menjadi guru ngaji? Jika bukan menjadi guru ngaji bagi orang lain, setidaknya kau bisa menjadi guru ngaji dalam keluargamu.

Akhirnya, ibu selalu berdoa untuk kalian berdua. Semoga kalian bisa membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, yang diridhoi Allah SWT. Semoga Allah senantiasa melimpahkan berkah kepada kalian sepanjang hidup kalian. Semoga Allah memudahkan kalian dalam mengarungi samudera hidup keluarga. Amin.

------------ooooooooooo000ooooooooooo------------

Selepas sholat shubuh, saya sempatkan menemui ibu di tempat tidur. Di tangannya terdapat tasbih yang beliau gunakan sebagai alat bantu hitung saat berdzikir. Saya duduk di samping ibu. Mata saya tak kuasa memandang wajah ibu. Kata-kata saya terlontar agak terbata-bata.

"Maafkan saya, karena akhir-akhir ini sudah membuat ibu menangis," mata saya agak sedikit basah.

"Ibu menangis bukan karena marah atau kesal kepadamu. Ibu hanya terharu, bahwa dirimu akan segera menikah dan kelak akan hidup mandiri," jawab ibu dengan mata yang mulai basah.

Setelah dicukupkan pembicaraan itu, ibu meminta saya untuk mengaji. Saya pun beranjak pergi meninggalkan ibu di kamar. Saya ambil Al-Quran yang biasa saya baca. Tetapi saat itu, saya rasakan saya tidak mampu membaca. Akhirnya saya baringkan tubuh saya ke tempat tidur. Menangis. Hingga akhirnya saya tertidur.

Oleh : Abu Muhammad Fahmi Asy-Syirbuni
Sumber : eramuslim

2 komentar:

  1. Assalamualaikum.wr.wb.

    ustad, ceritanya bagus.. membuat mata ini menitikan air mata karena ingat akan kasih sayang ibu..

    walaupun co-pas tapi OK banget..
    kayanya pengalaman pribadi tuh..

    Peace.. ^_^

    BalasHapus
  2. Wa'alaikumussalam... wr.wb

    makasih ya... udah kasih komentar..,
    ah isinya biasa aja koq... :-)

    sepertinya sih bukan pengalaman pribadi deh...



    peace juga.. ^_^

    BalasHapus